Wabah Covid-19: Kematian di New York Lampaui Rekor, Jasa Pemakaman Kewalahan

NAGARA.ID – Negara Amerika Serikat saat ini telah memasuki keadaan yang sangat genting dimana kematian akibat wabah virus Corona (Covid-19) telah melampaui negara manapun, termasuk China dimana pertama kali virus tersebut merebak.

Berdasarkan data hari ini, Senin (15/4), orang yang meninggal di seluruh AS telah mencapai 22.115 orang dengan jumlah kasus 1,855 juta orang.  Angka ini menjadi yang tertinggi di seluruh dunia.  Setelah itu disusul oleh beberapa negara Eropa yaitu Italia (19,899), Spanyol (17,209), Prancis (14,393), Inggris (10,612), Belgia (3,600), barulah setelah itu China (3,341) dan Iran (4,474) keduanya negara di Asia.

Kematian tertinggi akibat Covid-19 terjadi di New York (9,385 orang), New Jersey (2,350), Michigan (1,487), Luosiana (840), Illinois (720), Connectitut ((554) dan Washington (508) serta sejumlah negara bagian lainnya juga menyumbang angka kematian.

New York dalam keadaan sepi akibat wabah Corona yang tengah melanda seluruh dunia.

Kasus kematian di New York dengan ratusan jiwa melayang mengakibatkan tempat pemakaman maupun tempat kremasi kewalahan.  Para petugas ini tidak dapat beristirahat karena pemerintah setempat mengumumkan rekor angka kematian akibat virus corona di negara bagian itu.

 “Permintaan penguburan dan kremasi yang kami terima meningkat 300%,”  kata Tassi yang bekerja di Pemakaman Ferncliff di Westchester, beberapa mil dari Manhattan.  Hampir 200 jenazah dikremasi selama 16 jam setiap hari, tujuh hari dalam seminggu.

Sekalipun sudah bekerja dengan kapasitas maksimum, jadwal sudah penuh sampai akhir minggu depan.

“Masalah utama kami adalah kami tak punya penyimpanan jenazah untuk waktu lama,” kata Tassi yang juga ketua Asosiasi Pemakaman Negara Bagian New York.

Rumah jenazah juga sudah kewalahan. Pihak berwenang mengirim puluhan mobil penyimpan jenazah dan trailer ke rumah sakit dan ke berbagai penjuru kota untuk mencegah bertumpuknya jenazah tanpa tempat penampungan – sebagaimana yang terjadi di negara yang terlanda epidemi virus ini.

Tassi yang sudah bekerja di bidang ini selama 23 tahun mengatakan kepada BBC Mundo, “Saya belum pernah melihat ini sepanjang hidup saya. Begitu banyak orang mati dalam waktu sangat singkat.”

 “Bahkan ketika serangan 11 September, tidak sebanyak ini,” katanya mengacu pada peristiwa besar di New York tahun 2001.

Serangan yang disebut secara resmi sebagai “serangan teroris terbesar” dalam sejarah Amerika Serikat itu memakan koran 2.753 jiwa.

Angka itu sudah terlampaui pekan ini oleh virus corona yang sudah menewaskan lebih dari 7.000 orang di New York.

Pandemi ini telah mengubah New York sebagai kota yang tak pernah tidur, kini menjadi kota yang sangat sepi. Begitu tenang dan sepinya kota itu sehingga kita bisa menyebrang jalan utama tanpa harus menunggu lampu lalu lintas berganti. Atau, kalau ada koin terjatuh di seberang jalan, kita bisa mendengarnya dengan jelas.

Ketenangan itu sesekali pecah oleh sirene ambulans yang lewat membawa jenazah.

Selain itu, setiap hari pukul 7 malam, warga New York akan bersorak dan bertepuk tangan dari jendela mereka untuk menghormati para pekerja medis.

Pihak berwenang telah memperpanjang penutupan sekolah dan tempat usaha, juga melarang pertemuan umum sekurangnya hingga 29 April dengan denda US$1.000 bagi pelanggar.

Sekalipun polisi tidak secara tegas mengendalikan pergerakan manusia, 8,6 juta warga New York umumnya patuh dan tinggal di dalam rumah mereka selama bisa.

Puncak kurva?

Kematian akibat corona di negara bagian New York kini sudah memecahkan rekor dengan sekitar 800 orang meninggal dalam sehari.

Sekalipun begitu Gubernur Andrew Cuomo menyatakan terjadi penurunan jumlah pasien yang perlu dirawat di rumah sakit dan pasien yang membutuhkan perawatan intensif (ICU).

Gubernur New York, Andrew Cuomo mengatakan jaga jarak berhasil menekan infeksi.

Ruang penyimpanan jenazah kekurangan tempat.

Cuomo mengatakan, langkah untuk mengurung diri di rumah dan penjarakan sosial tampaknya membuat New York sudah melewati puncak tertinggi dari kurva penyakit ini.

Namun, ini semua masih terlalu dini untuk benar-benar mengerti apa yang terjadi.

“Apa yang kita lakukan belum cukup untuk tahu berapa orang yang sesungguhnya sudah terinfeksi,” kata Theodora Hatziioannou, profesor virologi di Rockefeller University, Manhattan.

“Maka memperkirakan bahwa puncak kurva adalah pekan ini atau pekan depan masih mustahil untuk dilakukan sekarang ini,” kata Hatziioannou.

Mark Levine, ketua komisi kesehatan New York, mengatakan kematian di rumah-rumah telah meningkat 10 kali lipat dari waktu normal hingga mencapai antara 200-215 per hari.

“Saya yakin hampir semua peningkatan ini disebabkan oleh virus corona. Namun tidak semuanya dites dan dihitung demikian,” cuitnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

9 + seven =

Berita Terkini